Friday 17 July 2009

Polisi vs Tuhan Allah Yahweh

By: Albert

“Jika tidak menggunakan pakaian sopan, minimal berkerah, sepatu, dilarang masuk tempat ini.” Peringatan ini seringkali tertampang di depan kantor polisi. Jika orang yang bersangkutan tidak menuruti ketentuan tersebut, orang tersebut akan diusir keluar. Alhasil semua orang yang memiliki kepentingan dengan kepolisian, entah mengurus SIM, memperpanjang plat nomor, dan seterusnya, akan menggunakan pakaian sopan beserta dengan sepatu.

Pikiran saya langsung beralih kepada orang-orang Kristen yang beribadah kepada Tuhan. Pagi tadi saya melihat jemaat berdatangan ke gereja dengan menggunakan pakaian yang ala kadarnya. Memakai sandal, menggunakan kaos oblong, sekalipun mungkin itu mahal, akan tetapi mereka menggunakan pakaian itu untuk datang ke gereja. Apakah mereka tidak memiliki pakaian yang lebih sopan ataupun sepatu yang menutup semua kaki? Tentunya tidak. Apa tujuan mereka datang ke gereja? Hanya hadir? Setor muka ke hamba Tuhan supaya tidak dibesuk? Hanya supaya kita dikatakan orang Kristen karena KTP kita Kristen? Ataukah kita mempunyai hati yang tulus untuk menyembah Tuhan? Kalau memang kita datang dengan tulus untuk menyembah Tuhan, apakah pantas bagi kita untuk memakai pakaian yang demikian menghadap Tuhan?

Zaman sekarang ini, manusia jauh menghormati polisi dibanding Tuhan Allah Yahweh. Padahal Tuhan telah memberikan yang terbaik kepada manusia berdosa, yaitu nyawaNya yang tak ternilai harganya. Manusia malah membalasnya dengan perbuatan yang kurang ajar dan menghina Tuhan. Masakan datang kepada Tuhan, paling lama 2 jam saja, tidak bisa menggunakan pakaian yang sopan dan resmi?

Saya sering terganggu dengan pemandangan sandal-sandal yang bertebaran di kaki jemaat dan kaos-kaos yang digunakan pada waktu ibadah. Seharusnya mereka tahu bahwa mereka bukan menghadap manusia biasa, hamba Tuhan ataupun majelis. Tetapi mereka menghadap pada Tuhan Allah Yahweh yang sanggup mengambil nyawa manusia dan Dialah Raja atas segala raja. Mari kita perbaiki tata krama kita dalam berpakaian pada waktu beribadah. Hormati Allah Yahweh sebagai Tuhan bukan sebagai pembantu. Hargailah Dia sebagai Raja di atas segala raja bukan sebagai budak yang menginginkan pemujaan.

Thursday 16 July 2009

Ahh Akhirnya !!!!

By: Fong (taked from heidy facebook)





Kacamata

By: Albert

“Pemandangannya bagus sekali, sejuk dan terang benderang,” ujar Dodi yang berkacamata. “Terang?? Matamu ada yang salah tuh! Masak gelap gini dibilang terang?”, balas Toni. Lalu Dodi menoleh ke Toni, “Ya jelas aja. Kamu pakai kacamata hitam. Aku pakai kacamata yang bening.” Kita tahu bahwa kacamata menentukan benda apa yang kita lihat dan warna apa yang terjadi di dalamnya. Dodi dan Toni melihat satu objek yang sama tapi yang satu melihat gelap, yang lain melihat terang. Kacamata menentukan persepsi kita di dalam melihat sesuatu.

Di dalam dunia yang penuh dengan kesusahan dan penderitaan, beragam orang menggunakan kacamata yang berbeda-beda. Orang yang memakai kacamata pesimis mungkin berkata, “Sudahlah. Hidup ini susah. Ga ada harapan. Untuk apa kita berjuang kalau kesusahan itu tidak henti-hentinya malah menjadi-jadi?” Ada pula orang yang menggunakan kacamata minder, mungkin berkata, “Aku ga berguna. Udah dipecat, ga ada yang mau nerima aku. Aku ga bisa apa-apa kok. Percuma aku kerja, aku bodoh.” Yang lainnya menggunakan kacamata cuek, “Dunia memang begini kok. Ya udah jalani aja. Mau diapain juga ga bisa berubah.” Masih ada banyak kacamata-kacamata lainnya, yang kita gunakan untuk melihat suatu realitas dan kejadian.

Kacamata yang bagaimana yang seharusnya dipakai oleh orang Kristen? Tidak lain dan tidak bukan adalah kacamata iman. Dengan kacamata ini, kita dapat melihat pengharapan di balik penderitaan. Dengan kacamata ini, kita dapat melihat terang di balik kegelapan yang sangat gelap. Karena kacamata ini mengarahkan diri kita kepada Sang Sumber Pengharapan, yaitu Yesus Kristus. Yesus pernah berkata dalam Yohanes, “Berbahagialah orang percaya namun tidak melihat.” Hanya dengan kacamata iman, kita dapat menjalani kehidupan yang susah, penuh penderitaan dan banyak pergumulan dengan penuh sukacita dan penuh pengharapan karena ada Yesus yang menjadi sahabat, gembala dan yang paling penting menjadi Allah yang SENANTIASA menyertai kita.

Wednesday 15 July 2009

Kehadiran Bapa

By: Ester


Tinggal di daerah yang jauh dari orang tua adalah hal yang baru untuk sebagian orang. Bukan hanya baru, tetapi berat dan tidak mengenakkan. Sebagai mahasiswa yang tinggal di asrama, seringkali ingatan-ingatan atau kenangan akan segala sesuatu di rumah sendiri muncul dan menimbulkan kerinduan-kerinduan yang mendalam akan rumah.

Tentu bukan hanya rumah dan kamar sendiri yang dirindukan, tetapi keluarga yang selama ini ada disekeliling, yang selalu ada menghidupkan suasana dan membuat keributan di rumah. Bayangan akan kasih dari orangtua yang tiada habisnya membuat saya selalu ingin pulang dan bermanja di rumah.

Tetapi karena Pekanbaru harus ditempuh dengan dua kali penerbangan dari malang, maka rindu tinggallah rindu… Selain biaya yang mahal, tidak ada alasan yang masuk akal jika kerinduan itu harus selalu dipenuhi.

Tetapi, karena anugrah Tuhan, suatu waktu papa saya berkesempatan untuk mengikuti training di malang. Betapa senangnya saya, bahkan bisa di bilang bahagia, ketika saya menemui papa saya yang sekarang ada di malang.

Betapa tidak bahagia, di tengah kepenatan tugas yang semakin mendesak, saya terhibur karena ingat bahwa hari minggu saya akan bertemu dan pergi jalan sama papa saya.

Betapa tidak bahagia, di tengah kelemahan tubuh yang terus diderita, ada papa yang memberi perhatian dari dekat.

Betapa tidak bahagia, di tengah jarangnya keluarga2 mahasiswa datang, papa datang untuk waktu yang cukup lama.

Meskipun di semester yang baru ini, papa sudah kembali ke Pekanbaru, tetapi saya tetap merasakan kasihnya. Saya masih mengingat kebersamaan ketika ia datang. Kebersamaan yang begitu menguatkan saya, yang begitu menghibur saya, dan menolong saya di saat saya begitu membutuhkan seseorang yang dengan nyata mengasihi saya.

Sdr, Bapa kita di Surga pun pernah datang ke dunia. Apakah kita dapat merasakannya? Apakah KasihNya yang sudah dinyatakannya masih terukir dalam hati kita?

Meskipun saat ini kita tidak dapat melihatnya, tetapi kita dapat merasakannya. Kita percaya Ia tidak pernah meninggalkan kita.

Dan suatu hari IA bahkan akan datang lagi untuk menjemput kita, setelah tamat dari “asrama” yang kita tinggali sekarang ini. Dan kita akan segera menikmati rumah yang nyaman dan bermanja bersama keluarga yang kita kasihi dan yang mengasihi kita.

AMIN.

(semester 5, 2008)

Kasih Anugrah Allah Bagiku

By: Susanty


Kasih Allahku t’lah dibuktikan,

B’rikan putra tunggal-Nya, mati bagiku

Darah Yesusku, tebus dosaku

B’rikanku kes’lamatan, hidup yang kekal

 

            Reff     : Hanya anugrah-Nya, ku jadi anak-Nya

                          Dan kar’na anugrah, ku miliki Dia

                          Hanya anugrah-Nya, ku jadi hamba-Nya

                          Dan kar’na anugrah, ku layani Dia

 

Kasih Allahku, t’rus dilimpahkan

Selama aku hidup, kasih-Nya nyata

Kasih Allahku, memampukanku

‘tuk melayani Dia dan sesamaku

Tuesday 14 July 2009

RancanganMu Indah Bagiku

By: Susanty


Ketika ku tiada mengerti yang kualami dalam hidupku

Ku bertanya mengapa ya Tuhan ? namun tiada jawaban

Kulupakan dan terus berjuang mencari jawabanku sendiri

Tiada lagi sandar padaMu, aku melangkah sendiri


Bridge :Ku lelah dan tetap tak mengerti

              Di mana Kau Tuhan ketika semua terjadi??????????


Reff :  

Kini ku tahu Kau ada di sisiku,   Menggendongku di jalan terja

Berjalan bersamaku s’lalu

Kau b’ri rancangan damai sejahtera,    

Bukan rancangan kecelakaan

Semua yang terjadi atas seijinMu, Kau tahu yang terbaik buatk

Indahlah tepat waktunya

Ajarlah anakMu sandar padaMu, S’rahkan hidupku dalam tanganMu

Kebaktian Kedukaan yang Membawaku Sadar Panggilan Hidupku

By: Albert

Selama 2 minggu ini, aku pergi memimpin kebaktian kedukaan, baik itu tutup peti atau kebaktian kremasi. Aku sering mendengar, "Udah, kalo khotbah di kebaktian penghiburan ga usah lama-lama. Lagian ga ada yang dengar kok."  Setelah itu, aku mengikuti perkataan tersebut.  Akhirnya hal tersebut membawaku kepada persiapan yang sekedarnya karena tidak sama dengan khotbah.

 

Sampai suatu saat, aku berpikir ulang. Kenapa diriku demikian? Aku merenung dan menemukan sebuah jawaban. Aku merasa ketika aku memberitakan Firman, tidak ada orang yang mendengarkan. Banyak orang sibuk dengan dirinya sendiri. Orang yang ada di dekatnya jauh lebih menarik daripada Firman yang diberitakan.

 

Pikiranku segera teringat dengan Yesaya. Aku membayangkan bagaimana dia berkhotbah di depan bangsa Israel. Mereka tidak mendengarkan khotbah yang disampaikan. Akan tetapi Yesaya justru tetap berkhotbah. Dia tetap setia kepada panggilan Tuhan yang semula. Dan malah kitab Yesaya adalah kitab yang paling banyak pasalnya di antara semua para nabi, kecuali Mazmur. Data ini seolah-olah menunjukkan meski bangsa Israel tidak mendengarkan Firman tersebut, Yesaya tetap setia mengabarkan berita penghukuman dan pengharapan bagi Israel.

 

Berkaca dari Yesaya, aku meneropong dan menyelidiki hatiku. Ampuni aku Tuhan, karena aku sudah menurunkan standar di dalam mempersiapkan khotbah kematian. Aku tidak membaca tafsiran untuk mendapatkan makna yang mendalam hanya karena tidak semua orang mendengarku. Ampuni aku Tuhan, karena aku ingin mereka mendengarku. Kalau mereka tidak mendengarku, aku tidak akan mempersiapkan dengan baik. Aku menjadi tidak setia pada panggilanku hanya karena mereka lebih memilih berbicara dengan orang di sebelahnya daripada mendengarku. Berikan belas kasihan kepadaku Tuhan agar diberi kesempatan lagi melayani. Forgive me Lord. I want repent.

Amin

Monday 13 July 2009

Tidak Hancur Ketika Ditinggalkan

By: Albert

“Jangan sampai ada orang yang mengganti posisi jabatanku.  Karena kalau dipegang oleh orang lain nanti akan hancur dan merosot.”  Kita sering mendengar bukan kalimat tersebut di dalam konteks kita melayani Tuhan di gereja?  Entah kalimat tersebut ditujukan untuk hamba Tuhan, gembala sidang, majelis ataupun aktivis Tuhan.  Di dalam kalimat tersebut, terdapat ketakutan dalam diri pemimpin.  Apabila tongkat kepemimpinan beralih kepada orang lain, kondisi dari gereja tersebut akan hancur.  Akhirnya timbullah kepemimpinan yang bersifat abadi.  Pemimpin yang tidak akan tergantikan.  Dan biasanya gereja yang demikian akan merosot setelah kepemimpinan orang itu.

 

Lain halnya dengan Paulus.  Dalam Filipi 1:12, ketika Paulus dipenjara justru Injil makin maju.  Pada waktu itu, Paulus adalah pemimpin yang disanjung-sanjung.  Orang yang hebat dan memiliki kepandaian yang luar biasa.  Di dalam hidupnya, ia memiliki semangat yang berapi-api bagi Injil.  Saya sebut dia sebagai rasul yang militan terhadap Injil.  Kalau kita membayangkan karisma kepemimpinan Paulus maka tidak ada orang yang dapat menggantikan dia.  Akan tetapi justru hal yang tidak biasa terjadi.  Pada waktu Paulus dipenjara, justru Injil makin maju.  Dan bahkan menurut perkataan Paulus sendiri, jemaat Filipi malah makin berani memberitakan Injil. 

 

Pengaruh Paulus sangat dirasakan oleh jemaat sekalipun ia tidak hadir di tengah-tengah mereka.  Maxwell berkata bahwa ukuran seorang pemimpin yang sejati adalah pengaruh.  Kepemimpinan seseorang dapat dikatakan sukses ketika orang tersebut tidak lagi menjadi pemimpin tetapi pengaruhnya masih tetap ada.  Semangat Paulus dalam memberitakan Injil tertular kepada jemaat Filipi. 

 

Akan tetapi ada sebagian orang yang memberitakan Injil dengan maksud yang jahat yaitu ingin memperberat beban Paulus dalam penjara.  Mungkin orang tersebut merasa bahwa kehadiran Paulus menjadi ancaman bagi kepemimpinannya.  Kalau ada Paulus, dirinya tidak bisa menonjol dan dikenal orang.  Menanggapi hal tersebut, Paulus tidak menegur orang tersebut.  Paulus tidak menyingkirkan keberadaan orang tersebut sekalipun Paulus dapat menggunakan otoritasnya untuk menyingkirkan orang tersebut.  Ia memilih untuk “cuek.”  Ia memfokuskan dirinya kepada Kristus.  Malah dikatakan dalam ayat 18, Paulus bersukacita karena Kristus yang diberitakan.

Bagaimana dengan diri kita sebagai orang-orang yang melayani Tuhan?  Apabila kita tidak menjabat sebagai pemimpin, pengikut kita menjadi “hancur” atau “lebih maju”?  Apakah Kristus yang menjadi fokus kita pada waktu kita memimpin orang-orang?  Apabila kita mengarahkan pandangan kita kepada Kristus Yesus maka kita tidak akan takut menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada orang lain.  Orang yang kita tinggalkan, tidak akan hancur

 

Perenungan dari Filipi 1:12-18

Kau Pegang Tanganku (based on Yesaya 41 :10 & 13)

By: Susanty                   

 

Saat ku lara, Kau menghiburku

Saat ku tak berdaya, Kau menguatkanku

 

Reff    :Kau pegang tanganku, lalui jalan gelap

Tak pernah Kau lepaskan, meski ku menyerah

            Kau genggam tanganku, ketika ku gentar

            Tak pernah Kau tinggalkanku, meski ku putus asa

 

Yesus Tuhanku, Kau sahabatku

Jika hidupku tanpa-Mu, tiada hari ini

 

INI AKU, JANGAN TAKUT! 2 (Matius 14:22-33)

By: Maria Natalia

2.    Kita harus percaya bahwa Yesus sanggup menolong

SS, Petrus yang mendengar suara Yesus segera bertindak.  Kita tahu bahwa Petrus adalah murid yang responsif, cepat dalam meresponi sesuatu.  Petrus berseru kepada Tuhan di ayat 28.  Petrus mengenali Yesus bukanlah hantu, sehingga ia tidak perlu takut.  Petrus memfokuskan imannya dalam identitas Yesus yang membuatnya dapat mengatasi rasa takutnya, Petrus menyadari bahwa Yesus dapat memampukan Petrus juga untuk datang pada-Nya di atas air.  Petrus ingin mengalami kuasa Allah, dan ketika Yesus menyuruh ia untuk datang, ia mulai turun dari perahu dan berjalan di atas air.  Namun ketika ia merasakan tiupan angin kencang, ini membuatnya merasa terancam dan takut lagi, karena memang saat itu air danau begitu bergelora.  Di saat seperti itulah, Petrus mulai tenggelam.  Petrus mulai tenggelam karena ia tidak lagi mengarahkan matanya kepada Yesus, mulai menoleh ke kiri dan ke kanan melihat tingginya ombak di sekelilingnya.  Imannya terguncang.  Tetapi yang paling penting adalah seruannya kepada Yesus: “ Tuhan, tolonglah aku!”  Tuhan yang sama yang dapat berjalan di atas air dan memampukan Petrus berjalan di atas air juga mampu menyelamatkan Petrus yang hampir tenggelam.  Ketika Petrus berseru, Yesus segera menolong dengan mengulurkan tangan-Nya kepada Petrus dan berkata di ayat yang ke- 31 : “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”  Yesus menyebut Petrus orang yang kurang percaya, karena ia tidak terus berfokus pada Tuhan sehingga tenggelam.  Kalau saja Petrus terus mengarahkan pandangan serta kepercayaan bahwa Yesus memampukan dia berjalan di atas air, ia tidak akan tenggelam.  Namun ketika Petrus bimbang, di situlah ia mulai tenggelam.  Tetapi di sinilah belas kasihan Tuhan nyata untuk Petrus, Yesus menolong Petrus mengatasi kesulitannya.  Sekali lagi, Ia tidak tinggal diam.

Sebenarnya pelajaran dari perikop ini bagi murid-murid pada saat itu dan bagi kita sekarang ini adalah bagaimana kita tetap harus mempunyai iman kepada Yesus, meski dalam keadaan sulit sekalipun.  Kita bisa tahu dari awal perikop.  Siapa yang menyuruh murid-murid untuk pergi menyeberang?  Siapa yang menyuruh Petrus untuk datang kepada Yesus?  Ya, Tuhan Yesus sendiri.  Dan ketika Ia menyuruh murid-murid-Nya, Ia tidak lepas tangan, melainkan Ia yang menyuruh, Ia juga yang akan menyertai sehingga murid-murid-Nya selamat sampai ke seberang.  Yang harus dilakukan oleh murid-murid Yesus dan juga kita adalah iman, kita harus percaya Yesus sanggup menolong kita mengatasi ketakutan serta kesulitan yang kita hadapi dalam hidup ini.  Perikop ini diakhiri dengan sangat indah, pengakuan dari murid-murid bahwa Yesus adalah Anak Allah.  Ya, Yesus bukan hanya manusia biasa, tetapi Ia juga adalah Allah yang berkuasa untuk menolong anak-anak-Nya.

SS, suatu kali seekor tikus lari ketakutan dikejar seekor kucing.  Dalam ketakutannya ia berdoa kepada Tuhan: “Tuhan, jadikan aku seekor kucing agar bebas dari rasa takut!”  Tuhan mengabulkan doanya, ia diubah menjadi seekor kucing,  ia merasa bebas.  Namun sebentar kemudian seekor anjing mengejar kucing itu.  si kucing kembali lari ketakutan.  Dalam ketakutannya ia berdoa lagi: “Tuhan, jadikan aku seekor anjing dan bebaskan aku dari rasa takut!”  Tuhan kembali mengabulkan doanya, ia diubah menjadi anjing herder, anjing yang gagah dan suaranya keras.  Ia tidak menemukan ancaman di tempat ia tinggal.  Maka ia pun memperluas wilayahnya.  Ia pergi sampai ke hutan.  Namun sesampai di hutan ia kembali ketakutan karena berebut makan dengan singa jantan.  Ia pun kembali memohon: “Tuhan, jadikan aku singa jantan yang perkasa!”  Sekali lagi Tuhan mengabulkan doanya.  Ia diubah menjadi singa jantan yang gagah di antara singa-singa lain di sekelilingnya.  Namun tiba-tiba sebutir peluru seorang pemburu membuat temannya roboh dan mati.  Maka ia pun kembali ketakutan dan minta diubah menjadi manusia pemburu.  Kali ini Tuhan berkata: “Tidak ada gunanya aku mengubah kamu menjadi manusia, sebab apa pun wujudmu, kamu hanya memiliki hati seekor tikus.  Maka jadilah kamu tikus yang selalu ketakutan. 

SS, kalau saya berpikir dari ilustrasi tadi, tikus ini selalu takut, padahal Tuhan sudah memberi ia kekuatan dengan mengubahnya menjadi makhluk yang lebih kuat.  Bagaimana dengan kita?  Kita sudah tahu bahwa Tuhan sanggup menolong, tetapi apakah kita memercayai Dia?  Apakah kita mengandalkan-Nya?  Saudara, ketakutan itu wajar dan manusiawi.  Tetapi menjadi tidak wajar ketika itu terus merongrong kita dan membuat kita melupakan Tuhan.  Tuhan Yesus pun sama seperti kita, pernah mengalami ketakutan yang amat sangat di taman Getsemani.  Tetapi apakah Ia tenggelam dalam ketakutan-Nya?  Tidak, Ia memohon pertolongan dan kekuatan dari Bapa, sehingga Ia mampu menghadapi ketakutan-Nya dan akhirnya mati di kayu salib untuk kita.  Ia yang menang atas ketakutan, Ia juga yang akan menolong kita untuk menang atas ketakutan-ketakutan kita. 

SS, apakah yang menjadi ketakutan kita saat ini?  Kita mungkin punya ketakutan sendiri-sendiri.  Takut tidak dapat kuliah, takut akan masa depan, takut tidak mendapat pacar, takut tidak lulus ujian, dan sebagainya.  Ingatlah saudara bahwa ada Yesus yang selalu beserta kita.  Ia adalah Tuhan yang bangkit, yang tidak mati, artinya kita punya Tuhan yang hidup yang dapat selalu kita andalkan di dalam menghadapi segala kesulitan hidup ini.  Ada banyak hal memang yang menguatirkan kita, membuat kita gentar dan ketakutan menghadapinya.  Namun percayalah, Yesus tak pernah tinggal diam melihat anak-anak-Nya, Ia menjanjikan pertolongan dan kehadiran-Nya yang memberikan kekuatan.  Yakinlah akan janji Tuhan, dalam Ibrani 13:5b berkata: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."   Mari kita fokuskan pandangan kita pada masalah besar yang terjadi di hidup kita, fokuskan pandangan iman kita kepada Tuhan yang jauh lebih besar, melampaui masalah-masalah, kesukaran, pergumulan yang kita hadapi.  Mari kita percayakan seluruh hidup kita, apa yang kita takuti semuanya kita ungkapkan kepada Tuhan, minta Ia yang memberikan kekuatan kepada kita untuk menghadapi ketakutan itu dan terus berjalan bersama dengan Tuhan.  Amin. 

 

 

INI AKU, JANGAN TAKUT! 1 (Matius 14:22-33 )

By: Maria Natalia

SS, pernahkah bertemu orang yang punya fobia atau ketakutan yang sangat terhadap hal-hal tertentu?  Iseng-iseng nih, ketika saya membuat khotbah saya untuk remaja, saya buka google dan mengetik : “remaja takut” lalu klik telusuri, dan muncullah halaman yang berisi situs-situs yang memuat item “remaja takut.”  Saya tertarik membuka situs yang berjudul “10 ketakutan paling aneh.”  Apa aja sih ketakutan yang aneh itu?  coba aja perhatiin 10 ketakutan berikut ini:

  1. Papaphobia (Takut Paus) Gejalanya bisa berupa nafas pendek, nafas cepat, detak jantung tidak menentu, berkeringat, muak dan perasaan takut. Dan ketakutan ini mungkin tidak hanya pada paus sendiri, seseorang yang menderita papaphobia kemungkinan juga takut pada Gereja Katolik Roma.
  1. Arachibutyrophobia: takut memakan selai kacang
    Memakan selai kacang sangat menantang bagi orang-orang dengan arachibutyrophobia, karena mereka akan sangat takut bila selai itu masuk ke mulut mereka.
  2. Trichophobia: takut rambut rontok
    Kalau ada rambut di makanan anda berarti anda baik-baik saja, tapi bila anda melihatnya di mana-mana, anda mungkin menderita Trichophobia. Dari bahasa Yunani Thrix (rambut) dan phobia (takut), ini adalah ketakutan atau ketidaksukaan yang disebabkan melihat rambut rontok di baju atau di manapun.
  3. Nomophobia: takut bepergian tanpa kontak ponsel
    Bagaimana perasaan anda saat ponsel anda tidak ada sinyal? Bisakah anda mematikan ponsel anda seharian? Apa anda telah kehabisan pulsa atau batrai, kehilangan ponsel anda atau berada di daerah tanpa sinyal, tidak ada ponsel menjadi panik adalah gejala di kebiasaan sehari-hari, disebut sebagai “Nomophobia.”
  4. Ephebiphobia: takut remaja
    Pertama disebut sebagai “takut dan segan pada remaja”, sekarang fenomena ini lebih dikenal dengan “karakterisasi anak muda yang tidak teliti, berlebihan dan sensasional” di berbagai tempat di dunia. Sosiologis Ray Oldenburg menghubungkan slek antar generasi dan “menjauhnya remaja dari orang dewasa di masyarakat Amerika” ke “orang dewasa yang merasa aneh dan takut pada remaja.” Takut remaja dan penolakannya sering disamarkan dengan kebebasan antara mereka.
  5. Scopophobia: takut diperhatikan
    Perasaan sangat takut yang berlebihan bila diperhatikan atau dpandang, Scopophobics cenderung menghindari daerah yang ramau seperti mall dan tempat berkumpul orang lainnya. Bahkan pekerjaan mudah seperti menyetir mobil bisa menjadi sangat sulit, karena penderita akan merasakan perasaan takut yang akut dan resah karena mereka merasa diperhatikan, juga oleh mobil di sebelah mereka, atau dari mobil di belakang atau depan mereka lewat kaca spion.
  6. Spectrophobia: takut cermin
    Ketakutan seperti ini menumbuhkan rasa takut yang tidak wajar pada cermin dan saat melihat bayangan sendiri. Penganalisa jiwa (psychoanalyst) Sandor Ferenczi membagi masalah ini ke dalam dua penyebab: takut pengetahuan sendiri dan takut sifat sendiri.Phagophobia: takut menelan
  7. Phagophobia: takut menelan.  Di keadaan lebih sejuk seorang phagophobe hanya mengkonsumsi makanan cair dan makanan lembut, ketakutan ini ditunjukkan dengan berbagai keluhan menelan tanpa alasan fisik yang terdeteksi oleh pemeriksaan dan analisis laboratorium. Phagophobia mungkin mengarah (dan dipusingkan) pada takut makan, dan salah makan juga kehilangan berat badan.
  1. Vomitophobia: takut muntah
    Vomitophobia adalah takut luar biasa pada muntah dan juga pada orang muntah. Pada kasus seperti ini, penderita cenderung tidak mau makan, bersosial dan pergi ke pesta. Mereka mungkin sulit makan dan itulah mengapa banyak yang didiagnosa anorexic (takut gemuk), tapi bukan bulimia karena penyakit ini juga membuat berat badan berlebih atau berat ideal.

10.  Triskaidekaphobia: takut nomor 13
Salah satu dari ketakutan biasa, tapi tetap dirasa bodoh, bahkan Adolf Hitler adalah triskaidekaphobic. Ada istilah tersendiri untuk ketakutan pada Jum’at tanggal 13, disebut paraskavedekatriaphobia. Tetraphobia adalah takut pada nomor 4, lebih terkenal di Cina, Jepang dan Korea.

Aneh-aneh ya apa yang ditakutkan manusia?  Saya aja punya seorang temen yang fobia sama ayam.  Ngeliat gambar ayam aja udah gemeteran, apalagi ketemu sama ayam benerannya. Kita juga, Durenz, punya seorang teman yang begitu fobia dengan kegelapan (ngakunya sih sudah sembuh).  Tapi saya yakin setiap manusia punya ketakutannya sendiri, entah itu ketakutan yang nyata ataupun tidak.  Begitu juga dengan kita, pasti punya hal yang ditakutkan kan?  Entah itu takut menghadapi kesulitan entah itu dalam pelayanan atau pun kehidupan pribadi, takut masa depan, takut jadi apa kita nanti, takut tidak bisa menyelesaikan studi, takut skripsi bakal tersendat-sendat, takut gagal ujian, dan sebagainya.  Tapi kita orang Kristen, anak-anak Tuhan percaya bahwa Tuhan Yesus tidak membiarkan anak-anak-Nya sendirian, Ia sanggup menolong saat anak-anak-Nya mengalami ketakutan.  Lantas, bagaimana sikap kita seharusnya dalam menghadapi ketakutan?  Dari perikop yang telah kita baca bersama tadi, kita mendapati dua hal:  

1.      Yesus peduli terhadap pergumulan anak-anak-Nya

SS, perikop yang kita baca ini ditulis oleh Matius setelah perikop mengenai pelayanan Tuhan Yesus kepada 5000 orang, kisah yang sangat terkenal, yaitu Yesus melakukan mujizat dengan memberi makan 5000 orang, belum termasuk perempuan dan anak-anak.  Setelah pelayanan itu Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk naik ke perahu untuk menyeberangi danau Galilea menuju ke Genesaret.  Sementara Yesus sendiri pergi untuk berdoa, ia sekarang sendirian karen orang banyak yang mengikuti-Nya pun telah disuruhnya pulang.  Yesus berdoa sepanjang sore hari hingga malam.  Sementara Ia berdoa, murid-murid-Nya yang naik perahu sudah sampai di tengah-tengah danau, beberapa mil jauhnya dari pantai.  Dari bahasa Yunaninya beberapa mil itu kira-kira dua-tiga mil (1,6 km x 2= 3,2 km).  Murid-murid Yesus ternyata sedang berada dalam kesulitan.  Perjalanan mereka dengan perahu dihadang oleh angin sakal, dalam terjemahan lain berarti angin yang bergelora sangat kuat.  Angin ini mengakibatkan perahu yang ditumpangi oleh murid-murid pada saat itu terombang-ambing dengan hebat.  Kata “angin” yang digunakan di sini sama dengan kata “angin” dalam peristiwa di Mat. 8:25, di mana murid-murid berada dalam kondisi yang sama, perahu mereka terombang-ambing dengan hebat di tengah danau.  Jadi dapat kita bayangkan SS, murid-murid dicekam perasaan takut yang sama dengan dahulu.  Tapi coba perhatikan!  Dulu ada Tuhan Yesus di dalam perahu bersama mereka sehingga Ia bisa menolong sehingga mereka tidak jadi tenggelam.  Tapi sekarang?  Bisa dikatakan murid-murid itu sendirian.   Tidak ada Yesus yang bersama-sama dengan mereka.  Yesus sedang di darat berdoa sendirian.  Mereka berjuang keras untuk mempertahankan perahu itu dari serbuan angin agar tidak tenggelam, sekedar informasi, mereka berlayar dari sebelum matahari terbenam sampai di tengah kira-kira jam 3 pagi.  9 jam berlayar dan pasti mereka berjuang menghadapi badai itu berjam-jam.  Bisa dibayangkan SS, murid-murid dalam keadaan takut, cemas, serta kelelahan menghadapi keadaan ini.  Dalam bayangan mereka waktu itu, ini adalah perjuangan antara hidup dan mati yang harus mereka jalani sendirian, tanpa ada orang lain yang bisa menolong mereka.  Bagaimana tidak, mereka kan di tengah danau, berkilo-kilo meter jauhnya dari pantai, mereka pasti saat itu berpikir tidak seorang pun melihat dan menolong mereka.

Tapi SS, benarkah itu?  Benarkah tidak ada yang memerhatikan murid-murid itu dalam keadaan mereka yang sedemikian payah?  Mari kita buka Mrk. 6:47-48.  Di sini Markus mencatat: Ia melihat, Yesus melihat murid-murid-Nya! Di sini kata “melihat” memiliki arti melihat, memerhatikan.  Yesus memerhatikan murid-murid-Nya sedang berjuang keras untuk menjaga agar perahunya tidak tenggelam karena angin sakal itu.  Yesus tidak tinggal diam melihat murid-murid-Nya mengalami ketakutan serta kesulitan.  Ia pun menghampiri mereka, dengan berjalan di atas air.  Murid-murid yang pada saat itu sedang berupaya keras menyelamatkan diri, ketika melihat Yesus berjalan di atas air, mereka menjadi ketakutan.  Ya coba SS bayangkan saja, di tengah kegelapan ada muncul sosok yang berjalan di atas air, pasti langsung mengira itu hantu.  Murid-murid menjadi sangat ketakutan.  Mereka mungkin berpikir ada roh setan yang mencobai mereka.  Namun, Yesus menenangkan mereka dengan berkata: “Tenanglah” terjemahan lain: beranilah! Ini Aku, jangan takut.  Dengan mengatakan “ini Aku” Yesus menyatakan diri-Nya sebagai diri-Nya sendiri.  Sebetulnya di sini Yesus melakukan mujizat lagi, yaitu dengan berjalan di atas air.  Ini menunjukkan bahwa Ia sebagai Allah berkuasa atas alam, mengingatkan kembali murid-murid akan peristiwa di mana Tuhan Yesus meredakan badai.  Pernyataan “jangan takut” juga ia tujukan agar murid-murid-Nya berhenti berpikir bahwa Ia hantu, dan agar mereka tidak takut lagi akan tenggelam, karena sekarang ada Yesus yang berkuasa, yang sanggup menolong mereka.

SS, saya ketika dalam kesulitan dan ketakutan akan hal-hal yang saya pikirkan, saya dikuatkan dengan lagu:

Allah mengerti, Allah peduli, segala persoalan yang kita hadapi

Tak akan pernah dibiarkan-Nya, ku bergumul sendiri s’bab Allah peduli.

SS, pernahkah saudara berada dalam ketakutan, merasa sendirian dalam menghadapi pergumulan hidup ini, merasa sendirian dalam ketakutan kita, berpikir bahwa tidak ada seorang pun yang mampu untuk menolong kita?  Ingatlah kebenaran ini, bahwa Yesus tidak membiarkan anak-anak-Nya bergumul sendirian.  Ia melihat, Ia peduli kepada anak-anak-Nya yang sedang ketakutan.  Ia ada di samping kita, memerhatikan kita dan siap untuk menolong kita.