Monday 13 July 2009

Tidak Hancur Ketika Ditinggalkan

By: Albert

“Jangan sampai ada orang yang mengganti posisi jabatanku.  Karena kalau dipegang oleh orang lain nanti akan hancur dan merosot.”  Kita sering mendengar bukan kalimat tersebut di dalam konteks kita melayani Tuhan di gereja?  Entah kalimat tersebut ditujukan untuk hamba Tuhan, gembala sidang, majelis ataupun aktivis Tuhan.  Di dalam kalimat tersebut, terdapat ketakutan dalam diri pemimpin.  Apabila tongkat kepemimpinan beralih kepada orang lain, kondisi dari gereja tersebut akan hancur.  Akhirnya timbullah kepemimpinan yang bersifat abadi.  Pemimpin yang tidak akan tergantikan.  Dan biasanya gereja yang demikian akan merosot setelah kepemimpinan orang itu.

 

Lain halnya dengan Paulus.  Dalam Filipi 1:12, ketika Paulus dipenjara justru Injil makin maju.  Pada waktu itu, Paulus adalah pemimpin yang disanjung-sanjung.  Orang yang hebat dan memiliki kepandaian yang luar biasa.  Di dalam hidupnya, ia memiliki semangat yang berapi-api bagi Injil.  Saya sebut dia sebagai rasul yang militan terhadap Injil.  Kalau kita membayangkan karisma kepemimpinan Paulus maka tidak ada orang yang dapat menggantikan dia.  Akan tetapi justru hal yang tidak biasa terjadi.  Pada waktu Paulus dipenjara, justru Injil makin maju.  Dan bahkan menurut perkataan Paulus sendiri, jemaat Filipi malah makin berani memberitakan Injil. 

 

Pengaruh Paulus sangat dirasakan oleh jemaat sekalipun ia tidak hadir di tengah-tengah mereka.  Maxwell berkata bahwa ukuran seorang pemimpin yang sejati adalah pengaruh.  Kepemimpinan seseorang dapat dikatakan sukses ketika orang tersebut tidak lagi menjadi pemimpin tetapi pengaruhnya masih tetap ada.  Semangat Paulus dalam memberitakan Injil tertular kepada jemaat Filipi. 

 

Akan tetapi ada sebagian orang yang memberitakan Injil dengan maksud yang jahat yaitu ingin memperberat beban Paulus dalam penjara.  Mungkin orang tersebut merasa bahwa kehadiran Paulus menjadi ancaman bagi kepemimpinannya.  Kalau ada Paulus, dirinya tidak bisa menonjol dan dikenal orang.  Menanggapi hal tersebut, Paulus tidak menegur orang tersebut.  Paulus tidak menyingkirkan keberadaan orang tersebut sekalipun Paulus dapat menggunakan otoritasnya untuk menyingkirkan orang tersebut.  Ia memilih untuk “cuek.”  Ia memfokuskan dirinya kepada Kristus.  Malah dikatakan dalam ayat 18, Paulus bersukacita karena Kristus yang diberitakan.

Bagaimana dengan diri kita sebagai orang-orang yang melayani Tuhan?  Apabila kita tidak menjabat sebagai pemimpin, pengikut kita menjadi “hancur” atau “lebih maju”?  Apakah Kristus yang menjadi fokus kita pada waktu kita memimpin orang-orang?  Apabila kita mengarahkan pandangan kita kepada Kristus Yesus maka kita tidak akan takut menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada orang lain.  Orang yang kita tinggalkan, tidak akan hancur

 

Perenungan dari Filipi 1:12-18

No comments: